“Ini ada insinyur dari Afrika.” Katanya di telepon. “Saya sedang bersamanya di rumah Abah Haji”
“Pernah ke Afrika, Mang Haji.” Kataku meluruskan setelah beliau selesai menelepon. Namun nampaknya, Mang Haji Iyas, paman jauhku, tidak tertarik antara dari atau pernah ke Afrika. Kehangatan pertemuan pertama kami nampaknya lebih dominan dari sekedar meluruskan kedua pilihan tersebut.
“Ini si bungsu?” Sambil memegang tangan dengan sangat erat beliau bertanya.
“Ya, Mang.” Jawabku.
Mendengar itu, Beliau langsung menelepon kakakku yang memang sudah lama mereka bertemu. Mungkin hanya beragam cerita tentangku saja yang selama ini sampai di telinga Mang Haji, tanpa pernah kami bertemu. Sebenarnya, rumah Abah Haji dan Mang Haji hanya terpisah desa, bahkan hanya bersebelahan kampung dengan paman-paman dekatku. Tapi, karena salahku yang biasanya hanya bersilaturahmi dengan paman-paman dekat yang membuat kami tidak pernah bertemu. Namun begitupun, nampaknya bukan hanya cerita tentangku yang sudah Beliau ketahui, tapi juga ada kiriman dariku yang sudah sampai ke Beliau dan keluarga yang lain.
“Katanya sih potongan ikan sidat….. Ukurannya sih memang besar, cuma warna kulitnya beda.”
Aku tahu, sebenarnya itu adalah potongan daging ikan lele. Memang, Mang Haji hanya tahu ikan lele lokal yang berukuran sekitar setengah kiloan. Sementara yang dia terima, potongan daging dari lele ukuran tiga kiloan. Tapi, meskipun itu adalah potongan daging ikan lele, cerita berikutnya adalah kenikmatan redem yang kemudian dipepes dari potongan daging tersebut.
Beliau cerita aktifitas pertemuan di masyarakat untuk memperkenalkan kakakku, yang tadi diteleponnya, yang kebetulan sedang mempersiapkan diri untuk pencalonan mengikuti pemilihan kepala desa.
“Orang-orang desa tidak tahu kalau kakakmu adalah keturunan asli Cimahpar.”
Ini adalah pembicaraan yang sangat menarik bagiku. Selama ini, cerita dari Abah Haji selalu berakhir hanya sampai kakek buyut, sedangkan dari Ema Hajjah hanya sampai kakekku.
Abah Haji Utjup Supandi, bapakku, terlahir dari pasangan Bah Ogin dengan Ma Sahni. Abah Haji memiliki satu saudara seibu-sebapak yaitu Wa Udin dan dua saudara seibu yaitu Wa Emuh dan Wa Kosiah. Kakak sepupu dari Wa Udin adalah Kang Jejen, Ceu Sumiati, Ceu Kokom, Ceu Eti, Ceu Oneng, Ceu Kartining, Kang Agus dan Ceu Nori. Sedangkan dari Wa Emuh dan Wa Kosiah belum semuanya aku ketahui. Sebagian besar kakak sepupuku tersebut masih hidup dan menyebar di berbagai tempat. Bah Ogin memiliki saudara Bah Oping dan keduanya adalah anak dari Bah Sahnab. Ada cerita bahwa Bah Sahnab merupakan keturunan dari Suryalaya. Cerita yang sulit mencari pembanding. Sulit diverifikasi. Entahlah…
Ema Hajjah Oon, ibuku, adalah anak pertama dari Abah Tata. Setelah punya Ema, Abah Tata bercerai dari Ema Karni, yang kemudian masing-masing menikah lagi dan punya anak. Dari dua garis kakek nenek tersebut, aku memiliki 14 paman dan bibi. Dari pernikahan Abah Tata dengan Ma Halijah, paman/bibiku adalah Mang Apen, Mang Upon, Mang Oping, Bi Edah, Mang Abun, Bi Mamar, Bi Sadiah, Mang Sumar, Mang Empay dan Mang Baban. Dari pernikahan Ema Karni dengan Abah Subar, paman/bibiku adalah Mang Uden, Mang Nurdin, Bi Minar, Bi Sukaedah, Mang Herman dan Mang Suryana. Syukurlah, aku sudah bisa bersilaturahmi dengan kesemua paman dan bibiku tersebut.
Abah Tata seorang imam sholat di tajug dekat rumah Abah sekarang, sebelum beliau bercerai dan pindah kampung.
Abah Tata adalah putra pertama dari 7 bersaudara dari Abah Ucin. Keturunan Abah Ucin ini telah aku ketahui, meskipun hanya sebagian kecilnya saja. Selain Abah Tata, di masa kecilku, masih sempat bertemu saudara kakekku ini. Apih Ujeng yang tinggal di daerah Cigadung, aku masih sering bertemu dengan beberapa anaknya. Apih Jajang bermukim di Ciporekat, Loji, Pelabuhan Ratu. Sekali waktu, aku pernah berkunjung ketika beliau menikahkan pamanku yang paling bungsu. Yang belum/tidak sempat bertemu adalah dengan Apih Ejeng, Ma Emeh, Ma Ening dan Ma Ijot.
Abah Ucin merupakan putra pertama dari tiga bersaudara dari Abah Dahab. Beliau memiliki dua adik perempuan, Ma Iti dan Ma Icih. Diantara putra Ma Iti adalah Abah Haji Robani (Haji Roba) yang memiliki anak Ma Eni. Mang Haji Iyas adalah salah satu putra Ma Eni. Meskipun secara hirarki keturunan lebih tepat sebagai adik sepupuku, tapi aku lebih nyaman untuk memanggilnya Mang Haji. Beliaulah yang selalu mendampingi kakakku sekarang ini.
Abah Dahab dikenal sebagai lurah hormat. Beliau adalah lurah pertama desa Cimahpar yang awalnya termasuk ke dalam kecamatan Jampang Kulon. Abah Dahab erat kaitannya dengan Embah Santri Dalem Cigangsa, yang mendirikan kampung Surade. Sayangnya, belum cukup jelas, apakah Abah Dahab adalah anak asli atau anak angkat dari Embah Cigangsa.