Mungkin tampilan yang ‘wah’ pada masanya: kemeja model safari, celana pendek, plus sepatu boot plastik setengah betis. Kemeja putih senada dengan celana, tambah tutup saku warna coklat, ke bawahnya sepatu warna biru yang cukup ‘nge-jreng’. Duduk mengelilingi kue, ukuran bulat sejengkal orang dewasa, berhias bunga di sekelilingnya, ditambah lilin sebanyak lima buah. Kakak-kakakku tidak nampak di tengah kerumunan itu, mungkin sedang ikut membereskan kue tentengan di belakang atau mungkin berada di sudut lain karena mereka sudah anak SD saat itu.
Ya, ulang tahun ke-lima. Entahlah saat itu memang lagi nge-trend, atau ada maksud lain, ulang tahun dirayakan dengan mengundang tetangga dan teman2 di Taman Kanak-kanak Tunas Harapan Kecamatan Sagaranten. Agak aneh merayakan ulang tahun saat itu, ketika rumah saja masih mengontrak, dan kami bukan tinggal di kota besar, melainkan hanya sebuah kecamatan, 50 km dari pusat kota.
Bu Iis, beliau guru TK kami. Beliau sabar mengajari kami. Kami menempati gedung sekolah samping pasar Sagaranten, pasar yang hanya dipakai setiap hari Sabtu. Karena dekat pasar, sepulang sekolah, kami bisa main ke pasar dan ikut mengerubungi pertunjukkan sulap dari pedagang obat keliling. Beberapa kali, Bu Iis membawa kami ke stasiun radio amatir, yang menempati sebuah bekas bangunan di kampung gudang, agak ke barat terminal. Kami tidak pernah tahu bagaimana respon pendengar radio saat itu, yang jelas, kami bisa menyanyi dengan suara kencang.
Selepas TK, aku sekolah di SD Negeri Sagaranten 2, menyusul kakak-kakakku yang juga di sekolah yang sama. Ada Bu Oon yang dengan sabar mengajari kami menulis dan membaca di kelas 1. Ada Bu Enung Heryati yang penuh kasih sayang. Ada Bu Mimin dan lainnya. Kelas 5 akhir, aku harus berpindah sekolah seiring dengan kepindahan tugas kerja Abah ke Kecamatan Kalibunder. Aku melanjutkan sekolah di SD Negeri Sukasari hingga lulus.
Kepindahan keluarga kami adalah pulang kampung. Saat itu, Sagaranten – Kalibunder berjarak “sangat jauh” karena harus melalui kota Sukabumi. Perlu sehari perjalanan bila menggunakan kendaraan umum. Karena saat kepindahan Abah menyewa truk untuk mengangkut barang-barang, kami bisa sedikit potong kompas melalui Gunung Buleud ke Bojong Lopang. Lain hal dengan uwa, paman atau kerabat lain, mereka berjalan kaki dari Sagaranten ke Kalibunder via kecamatan Pabuaran (saat ini). Menjelang kepindahan, aku sempat menempuh jalan kaki melalui rute ini.
Sekolah berlanjut ke SMP Negeri Kalibunder. Sekolah yang baru dibuka dan dijadikan sekolah negeri setelah sebelumnya SMP PGRI. Kami adalah angkatan ke 5 atau ke 6 di sekolah tersebut, tapi yang pertama menempati gedung sekolah yang baru sejak kelas 1. Kakak angkatan kami masih sempat merasakan menumpang sekolah di gedung SD.