Inilah bukti CINTA. Karena tanah ini telah mengajarkan kami arti KEHORMATAN DIRI. Harga diri. Dan ketika anda mencampkkan cinta dan kehormatan kami, maka bersiaplah Anda menyesalinya. Karena kami terdidik untuk merasakan asinnya kehidupan dan kami memahami cara memberi rasa nikmat.
Era sebelum 80’an, tanah kami hanyalah kampung yang terisolir. Hanya setapak menyusuri hutan, kebun, pesawahan hingga menyeberangi sungai dengan jembatan bambu diantara bebatuan kasar. Orang tua kami hanya menggantungkan hidup pada hasil sawah tadah hujan, kebun di tanah bercadas dan gula kelapa. Semua hasil bumi dikumpulkan oleh para borsom (tengkulak). Mereka yang mengirimkan ke pasar pekan di pusat kecamatan. Mereka pula yang mencukupi kebutuhan hidup lain, yang tidak bisa didapatkan di tanah kami, untuk semua orang di kampung kami, untuk segala keperluan. Dari buku sampai baju. Dari ikan asin sampai garam.
Di tanah ini kami dilahirkan dan dibesarkan. Tanah gersang yang telah melatih kami untuk menikmati hidup. Orang-orang kami telah melintasi benua, meskipun status kami hanya orang rendahan. Orang-orang kami telah menembus bumi, hanya untuk mengumpulkan batu-batu berurat emas. Orang-orang kami selalu pulang membawa kejayaan, meskipun kadang hanya nama. Dan ke tanah ini pula, kami akan kembali untuk bersua dengan orang tua kami, untuk menyatu dengan bumi.