Catatan mengenai Pemuliaan Ikan (2)

Prof Komar mengatakan kegiatan seleksi bisa dilakukan bersamaan dg produksi. Ternyata, pada tahun 1970-an, hal tsb sudah dipraktikkan oleh Akfavorsk di Norwegia ketika memulai seleksi ikan salmon Atlantik (Gjedrem 2012: Aquaculture 344-349:12-22). Dan sudah terbukti ikan salmon hasil perbaikan mutu genetik mendominasi pasar dunia saat ini.

Beberapa hal diantaranya yang menjadi kunci keberhasilan Norwegia adalah PENGETAHUAN & KEAHLIAN yang cukup dan KONSISTEN & KONTINYU dalam pelaksanaan meski perlu waktu yang panjang. Contoh lain di Australia bisa jadi pembanding konsisten dan kontinyu

Knibb et al 2014

Seleksi pada udang Fenneropenaeus merguiensis di Australia (Knibb dkk 2014: Aquaculture 428–429:71–78)

Pada suatu saat, ketika kebetulan berjalan bersama, Bapak Dirjen PB menanyakan kelanjutan setelah IKAN LELE SANGKURIANG2. Saya jelaskan kegiatan seleksi yang sedang berjalan. Syukurlah, nampaknya Beliau tetap support untuk kegiatan perbaikan mutu genetik.

Saya jadi teringat hasil yang telah dicapai pada seleksi ikan salmon Atlantik yang dilakukan oleh sebuah lembaga pemerintah, Akvaforsk di Norwegia. Adakah yang membayangkan: berapa biaya yang dihabiskan untuk hasil seperti itu?
Atau, alih-alih repot menunggu lima generasi atau 20-an tahun, mendingan beli yang sudah jadi? Swasta mungkin begitu, tapi apa birokrat harus juga berpikir seperti itu?

Gjedrem 2012

Hasil perbaikan mutu genetik pada ikan salmon setelah lima generasi (Gjedrem, 2012: Aquaculture 344-349:12–22)

Pertanyaan yang lebih relevan adalah “apa yang dihasilkan” daripada “berapa yang dihasilkan”.

“Apa” berkonotasi ‘kualitas’ produk sehingga berimplikasi pada peringkat dan nilai batas. Produk tsb yang kemudian memunculkan “berapa” yang berhubungan dg ‘kuantitas’.

Tentunya, “apa” dan “berapa” harus selalu KONSISTEN dan KONTINYU.
Lingkungan (dan pemangku kepentingan) yang akan menentukan “apa” & “berapa” dapat disatukan atau dipisahkan.

Secara histori, Indonesia memiliki contoh keberhasilan kegiatan selective breeding (seleksi) pada ikan. Kegiatan yang bukan dilakukan oleh lembaga pemerintah atau perusahaan swasta, tanpa didukung oleh ketersediaan fasilitas mumpuni seperti sekarang ini, namun hasilnya sangat fenomenal bahkan masih digunakan hingga saat ini, baik pada proses produksi maupun sebagai bahan sumber genetik utk pemuliaan.
Pak Haji Ayub – ikan mas strain Majalaya.
Saya yakin, kunci keberhasilan pak Haji Ayub adalah KONSISTENSI dan KONTINYU dalam melakukan seleksi

Dari sedikit yang saya baca, pemuliaan ikan di Indonesia belum mengeksploitasi apa yang disebut “breeding value”. Dari protokol pemuliaan hingga tesis, seleksi ikan hanya didasarkan pada performa fenotip terbaik (misal: tumbuh paling cepat).
IMHO, breeding value atau fenotip terbaik adalah alat utk pengambilan keputusan pada saat seleksi/memilih individu untuk menghasilkan generasi selanjutnya.
Yang lebih penting adalah menyediakan ikan agar alat tersebut bisa digunakan. Ini artinya adalah KONSISTEN dan KONTINYU dalam pelaksanaan perbaikan mutu genetik.

Pemilihan (dibaca: seleksi) bukan didasarkan pada kedekatan (jangan dibaca: apalagi harus mendekat).
Semestinya, pemilihan berdasarkan suatu value dg parameter dan indikator tertentu yang kemudian diurutkan.
Itulah yang harus dilakukan secara KONSISTEN dan KONTINYU.

OOT: Pada suatu perbedaan, orang pintar membangun jembatan, orang bodoh membuat tembok (kata: Black Panther)

Bagaimana untuk pelaksanaan seleksi?. Tahap awal, ikuti petunjuk yang disediakan tapi sambil belajar kenapa harus dibuat/dilakukan. Selanjutnya, sesuaikan dengan kebutuhan sambil dilihat apa yang terjadi. Lanjut lagi, lakukan secara KONSISTEN dan KONTINYU. Itulah resiko, ketika latar belakang tidak nyambung dengan latar depan. Yang penting ada inisiatif dan kreatif.
Sayangnya, kadang ada pembatas. Inisiatif dipandang pipilueun, kreatif disebut nyanyahoanan. Pada kondisi inilah diperlukan sebuah perintah, yang ternyata cukup sebuah script yang jelas.

Sebuah hasil awal, apalagi konsep, semestinya jangan dulu di-ekspose (jangan dibaca: apalagi di sosmed).
Sebuah hasil antara, sewajarnya jangan dulu diminta layaknya hasil akhir.
Sebuah produk akhir tentu harus dapat dimanfaatkan pada skala massal atau disebar-luaskan pada stake holder.
Namun, sebuah produk akhir yang sudah ditransferkan pada skala masal, tentunya tidak perlu diminta lagi kepada produsen atau desainer nya, karena mereka mestinya melanjutkan proses membentuk produk baru secara KONSISTEN dan KONTINYU.

Seven step in breeding program

The Seven Steps in Designing a Breeding Program https://courses.edx.org/courses/course-v1:WageningenX+ABG01x+1T2018/course/

Visi (boleh dibaca: NIAT) akan menentukan strategi yang akan dilakukan (boleh dibaca: IKHTIAR). Ada tujuan ada usaha.

Sebuah visi yang jelas: suatu produk, dengan parameter tertentu, hanya bisa disebar/diekpose bila parameter tsb sudah teruji, bisa dalam satu atau beberapa generasi.

Evaluasi keberhasilan harus berdasarkan parameter pada tujuan, bukan karena hal lain. Alih-alih pada hubungan kekerabatan, pemilihan harus berdasarkan nilai parameter. Secara sederhana, kekerabatan dekat justru dapat berakibat instabilitas perkembangan karena akumulasi inbreeding. (DILARANG BAPER)

Apakah tujuan dapat berubah? Sangat mungkin. Perubahan tujuan dapat terjadi karena ada fakta (bukan fiktif) baru atau pemahaman (bukan asumsi) baru. Tentu saja, perubahan harus berbasis saintifik.

Usaha mencapai tujuan inilah yang harus dilakukan secara KONSISTEN dan KONTINYU.

Da aku mah apa atuh, cuma #pibanguseun
#TidakBerPeriKeLelean
#NoKomen #noname