Saya cukup tergelitik dengan salah satu berita dari Pikiran Rakyat Online dengan judul Harga Mati, Kolam Jaring Apung di Waduk Jatigede Tetap Dilarang. Kebetulan berita tsb, diposting dan dikomentari oleh seorang kawan fb kang Tahim Mulyadi.
Saya turut komentar pada postingan kang Tahim dengan harapan bisa menjadi bahan diskusi untuk beliau ataupun yang lain. Ada pertanyaan dan saran, sebagai berikut:
Pertanyaan:
1. Sebagai sumber irigasi, penambahan bahan organik dari feses ikan logikanya justru bisa jadi pupuk utk tanaman (catatan: blm ada data ilmiah pendukung)
2. Sebagai sumber air minum, air waduk dengan/tanpa bahan pencemar organik dari feses ikan, tetap harus melalui pengolahan. Seberapa besar pengaruhnya feses ikan thd kualitas air bagi penyediaan air minum (catatan: harus tanya pdam sebagai pembanding)
3. Seberapa besar pendangkalan akibat budidaya ikan dibandingkan dengan erosi yg terbawa air sungai? (catatan: saya belum baca referensinya)
4. Terkait dgn informasi kerusakan pada turbin. Apakah ada bukti ilmiah bahwa kerusakan logam (sebagai bahan turbin) diakibatkan oleh bahan organik dari feses ikan dan bukan dari bahan lain yang memang terbawa oleh aliran air.
Hanya sekedar saran:
1. Pemanfaatan waduk utk aktifitas budidaya ikan sebaiknya dapat dilakukan tapi dengan pembatasan jumlah KJA dan jumlah dan jenis ikan yang ditanam. Hal ini perlu dilakukan selain agar kualitas air waduk tetap baik utk budidaya juga untuk menjadi area wisata yang baik.
2. Adanya pengaturan terhadap para pihak yang memanfaatkan waduk untuk aktifitas perikanan, yaitu tangkap dan budidaya. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi atau menyimpan potensi konflik antara penangkap dan pembudidaya.
3. Untuk kedua hal tersebut dan mungkin hal lainnya, perlu ada penegakan aturan dari pihak berwenang. Pihak inilah yang akan mengatur aktifitas perikanan di waduk.