Katakanlah aku bersengaja datang padamu
atau justru dirimu yang mendekat
atau kita berada pada nuansa sama.
Dan pada saatnya,
kita melewatinya, tanpa paksaan dan menikmatinya berulang
meski dengan cara masing-masing.
Kesendirianlah, pada saat ini,
ketika kesunyian ditemani debur singgasanamu,
hingga akhirnya, bahkan hanya bayangmu
yang kuharap berkelebat.
Disinilah,
yang sewajarnya aku dapat berharap,
kita dapat melewatinya kembali, seperti masa itu.
Dan, bukanlah keniscayaan bila kau datang
meski kita berada pada haluan yang tak nyata.
Seandainya untuk diriku.
Mungkin buih tidaklah cukup melukiskan “kemitraan” ini,
meski pasir tertumpuk sepanjang selasarmu.
Seperti akhirnya kau akan tahu,
ketika alun kita bersanding di darmaga yang ‘terpecah’.
Dan saat itulah, kita akan dapat menerima dan memaknai diri.
It’s has trespassed like justifying a gesture that sensed.
It’s has crepuscular like contaminated harbour that overed.
Nothing mean ask to breaking wave.
It’s seen even half-moon in your sand.
How wish a sightings if silence displaced.
(Thanks untuk kebersamaan @Sum4ntri & @aganlele dan kompor pertama tentang Sawarna @PutriZulfania dan @Azhari Hendarmawan )
add.note: Dirimu bisa punya persepsi tapi diriku yang tahu arti! #_sign & #_notes are similar but different, more sensed)