my aqua-poetryakuakultur ku

Ada bertahun kita lewat,
Malam yang terlalui,
Sapa sunyi tak terhitung,
Laju embun tetesi rindu,
Terkapar keniscayaan duga.

Kita,
biduk yang beda tapi silir angin sama,
Berpulau pada suar searah,
Berkabut pada riak senapas,
Senapas, hati berdua.

Pada riak ku guman terpa harap selayak nyata,
Pada semak ku ujar senyap rindu selayak sua,
Pada gemericik ku sapa senyum selayak fajar,
Pada pematang ku bisik nada selayak mega.

Segala sangka yang berdiri di terang bulan,
Segala harap yang terbangun pada sepoi malam,
Segala nyata yang terdampar pada bisik malam,
Segala pada segala yang mengiya.

Semesti erat air sukma atas nada yang berdenting,
Semesti simpul baris asih pada senandung lambai angin,
Semesti harap sepenuhnya pada yakin diri yang pasti,
Semesti pada semesti,
Semesti aku pada semesti dirimu.

Biarlah air mengalir pada dalamnya hati yang tak terselami,
Biarlah angin melambai mata yang tak terduga,
Biarlah langit meninggi pada sapa yang tak terkira,
Biarlah mereka menghantui diri pada kekokohan jiwa,
Aku masih disini.

Bersarung ku arah biduk pada pantaimu,
Mercusuari jelaga hati yang tertegun,
Bersendi denting kayuh ke hulu,
Menelusuri jiwa kasih lumpur.

Panjang setapak terlewat ke arahmu ku susur jua,
Meraba sesimpul senyummu yang terpancang pada sebatang syaraf,
Ku belai juga pada riuh nadimu yang kutawarkan,
Itulah seutuh asih yang ku cari.

Pada segaris napas wangimu,
Pada secarik hati lembutmu,
Pada setitik langkah ayumu,
Pada seasih segala dirimu,
Dirimu, Nduk!

Tak kan ku akhiri hela ini hingga kepodang pulang sarang,
Ku genggam dara hingga kicau terpana,
Terus ku alir darah hingga hening oase hati,
Ku arusi mata hingga denyut delta,
Ku tetesi Sahara hingga mensamudera,
Kau disana.

Itulah sediri yang ku genggamkan padamu,
Itulah sediri yang ku kokohkan pada jiwamu,
Itulah sediri yang ku layakkan pada hatimu,
Itulah sediri yang ku berikan pada tabahmu,
Sediri pada dirimu.

Leave a Reply